A.
Sistem Pertahanan Tubuh
Setiap hari
jutaan bakteri, mikroba, virus, dan parasit berusaha masuk ke dalam tubuh.
Untuk mengatasinya, tubuh kita memiliki pertahanan yang berlapis-lapis. Sistem pertahanan
yang berlapis-lapis ini penting untuk menghadapi serangan virus atau bakteri
secara bertahap. Akan tetapi, adakalanya system pertahanan ini masih dapat
ditembus oleh bibit penyakit sehingga muncul kondisi sakit. Pada umumnya,
sistem pertahanan tubuh digolongkan menjadi dua, yaitu sistem pertahanan tubuh
nonspesifik dan sistem pertahanan tubuh spesifik.
1.
Sistem
Pertahanan Tubuh Nonspesifik (Alami)
Adakalanya benda asing ataupun mikroba
yang tidak dikehendaki memasuki tubuh kita. Jika hal tersebut terjadi, tubuh
akan menganggap benda yang masuk itu sebagai benda asing atau antigen. Benda
asing tersebut dapat berupa patogen, yaitu mikroorganisme yang dapat menimbulkan
penyakit. Sistem pertahanan tubuh nonspesifik merupakan sistem pertahanan tubuh
yang tidak membedakan mikroorganisme pathogen satu dengan yang lainnya.
a. Kulit dan Membran Mukosa
Sebelum masuk ke dalam tubuh, patogen
harus menembus tubuh manusia. Kulit merupakan garis pertahanan pertama tubuh
terhadap patogen. Kulit yang utuh terdiri atas epidermis yang tersusun atas sel-sel
epitel yang sangat rapat. Kondisi ini menyulitkan mikroorganisme untuk masuk ke
dalam tubuh. Akan tetapi, jika kulit mengalami kerusakan sedikit saja, akan
menyebabkan masuknya patogen seperti bakteri atau virus. Selain kulit, membran
mukosa yang melapisi saluran pencernaan, saluran pernapasan, dan saluran
kelamin dapat menghalangi masuknya mikroba yang berbahaya.
Selain pertahanan fisik, kulit dan membran
mukosa dapat berfungsi sebagai pertahanan kimiawi. Sekresi dari kelenjar minyak
dan kelenjar keringat akan memberikan suasana pH kulit antara 3–5. Kisaran pH tersebut
mencegah kolonisasi mikroorganisme di kulit. Koloni mikroorganisme ini dapat
pula dihambat oleh aktivitas air liur, air mata, dan sekresi mukosa yang
membasahi permukaan epitelium. Sekresi tersebut mengandung salah satu protein
pelindung, yaitu lisozim. Lisozim merupakan enzim yang dapat mencerna dinding
sel dari banyak jenis bakteri atau dengan kata lain enzim pembunuh bakteri.
b. Sel-Sel Fagosit
Adakalanya garis pertahanan pertama dapat
ditembus oleh patogen.Hal ini dapat terjadi karena adanya luka pada kulit. Jika
hal ini terjadi, patogen yang masuk akan menghadapi garis pertahanan kedua.
Garis pertahanan kedua ini bergantung pada fagositosis. Fagositosis merupakan
peristiwa sel yang memakan sel atau benda lain, ini dilakukan oleh jenis sel
darah putih tertentu.
Sel darah putih (leukosit) terdiri atas neutrofil,
monosit, dan eousinofil. Neutrofil merupakan
sel darah terbanyak dalam leukosit, yaitu sekitar 70%. Neutrofil bekerja dengan
cara memasuki jaringan yang terinfeksi, kemudian memakan dan merusak mikroba
yang terdapat di sana. Sel-sel yang terinfeksi oleh mikroba akan mengeluarkan
sinyal kimiawi sehingga menarik neutrofil untuk datang. Proses ini disebut dengan
kemotaksis.
Monosit hanya menyusun sekitar 5% dari
leukosit. Cara kerja monosit hampir sama dengan cara kerja neutrofil.
Perbedaannya, monosit akan berkembang menjadi makrofag setelah
masuk ke dalam jaringan. Makrofag merupakan sel fagosit yang terbesar. Sel
makrofag ini memiliki kaki semu (pseudopodia) yang panjang. Pseudopadia ini
berfungsi melekatkan diri pada mikroba. Mikroba yang menempel pada pseudopodia ini
akan ditelan oleh makrofag dan kemudian dirusak oleh enzim-enzim lisosom
makrofag. Eosinofil bekerja dengan melawan parasit yang berukuran lebih besar, seperti
cacing darah. Eosinofil dapat melepaskan enzim-enzim untuk merusak dinding
eksternal dari parasit.
c. Protein Antimikroba
Salah satu cara pertahanan tubuh
nonspesifik adalah protein antimikroba. Protein antimikroba disebut juga dengan
sistem
komplemen. Sistem komplemen ini terdiri atas 20 jenis protein.
Protein tersebut normalnya dalam keadaan nonaktif. Akan tetapi, apabila ada
mikroba yang masuk ke dalam tubuh, glikoprotein dari permukaan sel mikroba tersebut
akan mengaktifkan sistem komplemen ini. Berikut ini adalah beberapa fungsi dari
sistem komplemen yang telah aktif.
1) Menghasilkan opsonin, yaitu suatu zat yang
dapat melekatkan mikroba dengan leukosit sehingga memudahkan fagositosis.
2) Menyebabkan pelepasan histamin oleh
mastosit. Histamin menimbulkan vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) dan meningkatkan
permeabilitas kapiler terhadap protein.
3) Menimbulkan suatu reaksi pada membran sel
mikroba berupa munculnya lubang pada membran. Peristiwa ini dapat mematikan bagi
mikroba.
Selain sistem komplemen, terdapat kumpulan
protein sebagai pertahanan nonspesifik yang disebut interferon.
Interferon ini diproduksi oleh sel-sel yang terinfeksi oleh virus. Kemudian,
interferon tersebut akan berikatan dengan reseptor membran plasma pada sel-sel
yang sehat. Sel-sel sehat yang telah terikat dengan interferon tersebut akan
membentuk suatu protein antivirus. Interferon tertentu untuk langsung membunuh dan
menghancurkan sel-sel yang terinfeksi virus.
d. Respons Peradangan (Inflamasi)
Respons peradangan terjadi ketika sel-sel
pada jaringan rusak atau mati karena infeksi patogen. Reaksi atau respons tubuh
terhadap kerusakan sel-sel tubuh yang disebabkan oleh infeksi dan gangguan lainnya
disebut radang. Beberapa gejala dari radang adalah panas, bengkak, sakit, kulit
merah, dan gangguan fungsi pada daerah tertentu. Apakah Anda pernah merasakan
gatal pada kulit? Gatal merupakan salah satu bentuk dari peradangan.
Demam merupakan suatu kondisi di mana suhu
tubuh melebihi normal. Demam merupakan salah satu bentuk tanggapan tubuh
terhadap radang. Racun yang dihasilkan oleh patogen dapat memicu terjadinya
demam. Selain itu, leukosit tertentu dapat memproduksi molekul yang disebut pirogen.
Pirogen ini dapat menyebabkan suhu tubuh menjadi tinggi. Suhu tubuh yang tinggi
dapat membantu pertahanan tubuh dengan cara menghambat pertumbuhan beberapa
mikroba. Selain itu, demam dapat memudahkan fagositosis dan mempercepat
perbaikan jaringan.
2. Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik
Sistem pertahanan tubuh spesifik merupakan
pertahanan tubuh terhadap patogen tertentu yang masuk ke dalam tubuh. Sistem
ini bekerja apabila patogen telah berhasil melewati sistem pertahanan tubuh
nonspesifik. Sistem pertahanan tubuh spesifik ini biasa disebut dengan sistem
kekebalan tubuh yang merupakan garis pertahanan ketiga dari tubuh.
Sistem kekebalan terdiri atas sel-sel yang
tersebar di seluruh tubuh dan beberapa terkonsentrasi di sistem limfa. Sistem
limfa ini mencakup timus, limfa, nodus limfa, sumsum tulang, dan tonsil.
Sel-sel yang paling utama di dalam sistem
kekebalan adalah limfosit yang beredar di seluruh tubuh dan sistem limfa.
Limfosit akan dibantu oleh makrofag yaitu sel fagosit terbesar yang berasal
dari monosit. Limfosit dan makrofag akan beredar di seluruh tubuh untuk
mengatasi benda asing yang masuk. Hal ini merupakan awal dari respons
kekebalan.
a. Limfosit
Sistem kekebalan tubuh “dipersenjatai” oleh dua tipe sel limfosit, yaitu limfosit
B (sel B) dan limfosit T (sel T). Kedua tipe limfosit ini akan bekerja sama satu sama
lain dan dengan makrofag. Akan tetapi, keduanya akan memberikan respons
kekebalan tubuh yang berbeda.
1)
Limfosit B
Ketika Anda sakit demam atau radang tenggorokan, sistem
kekebalan tubuh akan merespons dengan menghasilkan molekul antibodi spesifik. Antibodi
merupakan suatu protein yang dapat berikatan dengan antigen yang spesifik.
Antibodi ini terlarut dalam darah dan beredar di seluruh tubuh untuk menghadapi
patogen. Molekul antibodi tersebut merupakan protein yang disekresikan oleh sel
plasma. Sel plasma ini dibentuk oleh limfosit B yang berada pada
sumsum tulang. Untuk memahami pembentukan antibodi oleh sel plasma, perhatikan gambar
berikut!
Secara umum, sel B akan mengenali benda asing (antigen) yang
masuk ke dalam tubuh dan meresponsnya dengan cara menyekresikan molekul
antibodi. Molekul antibodi tersebut akan menetralkan molekul-molekul antigen.
Setelah sel B menetralkan antigen, sebagian sel akan tetap
berada di dalam tubuh. Sel-sel tersebut dinamakan sel memori. Sel memori ini berfungsi
mengeluarkan antibodi apabila antigen dengan jenis yang sama masuk ke dalam
tubuh lagi.
2)
Limfosit T
Berbeda halnya dengan sel B yang berfungsi membuat antibodi, sel
T bekerja dengan cara berinteraksi langsung dengan sel-sel lainnya. Sel T mampu
mengenali sel yang terinfeksi oleh antigen yang masuk.
Sel T dapat dibedakan menurut fungsinya menjadi tiga bagian, yaitu:
a)
Sel T
sitotoksik
Sel T sitotoksik bekerja dengan cara membunuh sel yang
terinfeksi. Sel T sitotoksik dapat membunuh virus, bakteri, dan parasit lainnya
bahkan setelah masuk ke dalam sel inang. Sel T sitotoksik dapat berperan juga
dalam penghancuran sel kanker.
b)
Sel T
pembantu
Sel T pembantu berperan sebagai pengatur, bukan pembunuh. Sel ini
mengatur respons, kekebalan tubuh dengan cara mengenali dan mengaktifkan
limfosit yang lain, termasuk sel B dan sel T sitotoksik.
c)
Sel T suppressor
Fungsi sel T supressor adalah mengurangi produksi antibodi oleh
sel-sel plasma dengan cara menghambat aktivitas sel T pembantu dan mengurangi
keaktifan dari sel T pembunuh. Dalam keadaan normal, sel ini berfungsi setelah
infeksi mereda. Peran sel T supressor sangat penting karena antibodi dan sel T
pembunuh yang terlalu aktif kemungkinan besar dapat merusak sel-sel tubuh yang
sehat.
a. Antibodi
Antibodi merupakan protein. Antibodi
berikatan dengan protein yang lainnya (antigen) yang ditemukan di dalam tubuh.
Molekul protein pada permukaan bakteri atau virus berperan sebagai antigen.
Antibodi merupakan bagian yang berperan di dalam pertahanan tubuh.
Setiap antibodi memiliki
dua tempat yang dapat bereaksi dengan antigen. Fungsi antibodi, yaitu berikatan
dengan molekul antigen membentuk rangkaian seperti jaring. Antibodi dapat
menghambat partikel-partikel virus. Untuk menginfeksi saluran sel, virus
pertama-tama harus bisa mengenali sel inangnya. Protein dari virus mencocokkan
bentuknya dengan molekul pada membran sel dari sel inang. Antibodi dapat
menutupi protein dari virus agar virus tersebut tidak bisa menginfeksi sel.
Protein yang disebut interferon juga
bekerja melawan virus. Interferon diproduksi oleh sel yang telah terinfeksi
oleh virus. Interferon membuat sel-sel yang tidak terinfeksi menjadi resisten
terhadap serangan virus.
Antibodi tersusun atas dua tipe rantai
polipeptida yaitu rantai ringan (light
chain) dan rantai berat (heavy
chain). Struktur gabungan kedua rantai tersebut membentuk huruf Y. Di
tengah-tengah ikatan rantai tersebut terdapat daerah Hinge (Hinge
Region) yang memungkinkan rantai-rantai polipeptida untuk bergerak. Setiap
lengan dari antibodi memiliki daerah pengikat antigen (antigen-binding site).
Antibodi dapat dibedakan berdasarkan
susunan proteinnya menjadi lima kelas utama. Setiap antibodi berinteraksi
dengan molekul dan sel yang berbeda-beda dan memiliki karakteristik yang
berbeda pula. Masing-masing antibodi memiliki daerah variabel (variable
region) yang dapat mengenali antigen khusus dan daerah konstan (constant
region) yang mengontrol bagaimana molekulnya berinteraksi dengan bagian
lain dari sistem kekebalan tubuh. Untuk lebih jelasnya mengenai beberapa macam/tipe
antibody (immunoglobulin), perhatikan tabel berikut!
No. |
Antibodi |
Karakteristik |
1. |
IgM |
Tipe pertama antibodi yang
dihasilkan pada awal suatu infeksi; secara umum dilepaskan ke aliran darah. |
2. |
IgG |
Tipe antibody paling banyak
di peredaran darah; dapat masuk ke jaringan lain dengan mudah;diproduksi
ketika terjadi infeksi serius. |
3. |
IgA |
Ditemukan di dalam tubuh,
termasuk keringat, air mata, air ludah; membantu dalam membentuk kekebalan
pasif pada bayi. |
4. |
IgD |
Ditemukan di permukaan
limfosit B; berperan dalam respons kekebalan tubuh. |
5. |
IgE |
Bekerjasama dengan reaksi
alergi dan asma; ditemukan di permukaan histamine. |
B. Respons Kekebalan Tubuh
Sistem kekebalan dapat menghasilkan dua
jenis respons terhadap antigen, yaitu respons humoral dan respons
selular. Respons humoral atau kekebalan humoral melibatkan aktivitas
sel B dan produksi antibody yang beredar di dalam plasma darah dan limfa.
Kekebalan humoral efektif melawan bakteri atau virus yang mencoba masuk ke
dalam cairan tubuh.
Adapun respons selular atau kekebalan
selular melibatkan sel-sel yang bereaksi langsung terhadap sel-sel asing atau
jaringan yang terinfeksi. Jenis kekebalan ini dapat secara langsung melawan
sel-sel tubuh yang terinfeksi oleh bakteri atau virus. Akan tetapi, kekebalan
selular ini berperan pula dalam pengenalan jaringan asing dan penolakan atas jaringan
hasil transplantasi.
Secara umum, kekebalan humoral dan selular
memberikan tiga fungsi utama sebagai berikut.
1.
Pengenalan
Sistem kekebalan dapat mengenali benda asing (antigen) yang
masuk ke dalam tubuh. Meskipun jenis patogen sangat beraneka ragam, system kekebalan
dapat mengenali dan menyusun respon melawan semua jenis organisme secara
spesifik.
2.
Reaksi
Setelah mengenali antigen yang masuk, sistem kekebalan bereaksi dengan
mempersiapkan respons humoral dan selular.
3.
Pembuang
Sistem kekebalan dapat menghancurkan antigen yang masuk ke dalam
tubuh. Penghancuran ini dapat dilakukan secara humoral melalui antibodi maupun
secara selular, oleh limfosit T. Ketika sistem kekebalan bekerja secara
efektif, antigen akan hancur dan dibuang.
Kekebalan Humoral
Seperti telah dijelaskan sebelumnya,
kekebalan humoral melibatkan aktivasi sel B dan produksi antibodi yang beredar
di dalam plasma darah dan limfa. Antibodi yang beredar sebagai respons humoral,
bekerja melawan bakteri, virus, dan toksin yang ada di dalam cairan tubuh.
Untuk melawan antigen, limfosit B dengan antibodi tertentu akan membelah dan
berdiferensiasi menjadi dua bagian, yaitu sel plasma dan sel B memori. Sel plasma dapat memproduksi antibodi dengan
kecepatan ± 120.000 molekul/menit, dengan umur sel plasma sekitar 5 hari.
Antibodi memiliki dua sisi ikatan (binding
site) yang berbeda. Oleh karena itu, antibodi dapat membentuk suatu formasi
ikatan (crosslink) terhadap antigen sehingga membentuk suatu ikatan
kompleks. Antigen yang telah berikatan dengan antibodi, tidak dapat menginfeksi
sel. Selain itu, antigen tersebut menjadi sasaran yang mudah bagi sel-sel
fagosit untuk ditelan dan dihancurkan.
Untuk membuat respons ini lebih efektif,
antibodi memberikan “instruksi” kepada molekul dan sel-sel lain di dalam tubuh
untuk mengetahui adanya serangan. Apabila antigen tersebut berupa protein bebas,
antibodi akan berikatan dengan antigen tersebut dan diekskresikan oleh ginjal.
Adapun antigen yang berupa bakteri dan virus, antibodi akan memberi sinyal
kimiawi untuk menarik sel-sel fagosit agar menghancurkannya. Kemudian, beberapa
antibodi akan mengaktifkan sejumlah protein dalam darah atau protein
komplemen. Ketika protein komplemen ini bertemu dengan antibodi yang
menempel pada permukaan sel, protein tersebut akan menempel pada membran sel
dan membentuk pori-pori.
Pori-pori ini akan membuat sel menjadi
lisis (pecah). Kontak pertama antara sel-sel B dengan antigen beserta reaksi
dari sel-sel tersebut terhadap antigen yang masuk ke dalam tubuh disebut respons
kekebalan primer. Pada respons kekebalan primer, dibutuhkan sekitar
10–17 hari bagi limfosit untuk membentuk respons yang maksimum.
Pada waktu tersebut, sel-sel B akan
berdiferensiasi menjadi sel plasma dan sel B memori. Kondisi ini dapat
menyebabkan suatu individu menjadi sakit (contohnya demam). Akan tetapi, gejala
penyakit tersebut akan hilang ketika antigen yang masuk ke dalam tubuh telah
dibersihkan oleh antibodi dan sel T. Apabila suatu individu terpapar lagi oleh
antigen yang sama beberapa waktu kemudian, respons akan menjadi lebih cepat
(2–7 hari) dengan respons yang lebih besar dan lama. Proses ini dinamakan
dengan respons kekebalan sekunder. Konsep kekebalan ini sangat kita
kenali di dalam kehidupan sehari-hari, contohnya apabila kita pernah terserang
cacar air, kita tidak mungkin terkena penyakit itu lagi.
Kekebalan
Selular
Kekebalan selular melibatkan sel-sel yang
bereaksi langsung terhadap sel-sel asing atau jaringan yang terinfeksi.
Kekebalan ini merupakan kekebalan yang ditunjang oleh sel T. Berbeda dengan sel
B, sel T tidak memproduksi molekul antibodi. Seperti telah dijelaskan
sebelumnya, terdapat tiga jenis sel T yang berperan dalam kekebalan selular.
Tiga jenis sel T tersebut yaitu sitotoksik, sel T pembantu, dan sel T
supressor.
Ketika sel T sitotoksik kontak dengan
antigen pada permukaan sel asing, sel T sitotoksik akan aktif untuk menyerang
dan menghancurkannya dengan cara merusak membran sel asing. Adapun fungsi sel T
suppressor yaitu untuk menekan respons kekebalan dengan memperlambat laju pembelahan
sel dan membatasi produksi antibodi. Proses ini berlangsung apabila infeksi
telah berhasil ditangani. Selain itu, sel T lain yang berperan adalah sel T
pembantu. Sel T pembantu ini berfungsi untuk menghasilkan sekret yang dapat
merangsang sel B dan juga menghasilkan senyawa lain yang berfungsi dalam
respons kekebalan.
Kekebalan selular sangat penting dalam
menghadapi infeksi oleh virus. Meskipun antibodi dapat menangkap
partikel-partikel virus, antibodi tidak dapat menyerang virus yang telah masuk
ke dalam sel. Sel T sitotoksik dapat mendeteksi protein virus pada permukaan
sel yang terinfeksi dan menghancurkannya sebelum virus tersebut bereplikasi dan
menginfeksi sel-sel yang lain.
C. Kekebalan Tubuh dan Kesehatan
Imunisasi merupakan
suatu keadaan tubuh yang kebal terhadap suatu penyakit. Imunisasi adalah
suatu perlakuan yang menyebabkan seseorang menjadi kebal (imun) terhadap suatu
penyakit. Imunisasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif merupakan kondisi pada
saat tubuh dapat membentuk imunitas sendiri terhadap bibit penyakit dengan cara
memasukkan vaksin ke dalam tubuh seseorang dengan tujuan untuk merangsang tubuh
memproduksi antibodi sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio atau campak.
2. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif merupakan imunisasi yang
terjadi pada saat tubuh memperoleh imunitas dengan cara menyuntikkan serum yang
mengandung antibodi terhadap suatu penyakit ke dalam tubuh. Imunisasi pasif
sering dilakukan dalam keadaan darurat yang diperkirakan tidak ada waktu untuk
pembentukan antibodi yang cukup untuk melawan antigen yang masuk. Contoh
imunisasi pasif yaitu pemberian serum antibisa ular pada orang yang terkena
gigitan ular berbisa.
Walaupun sistem imun berfungsi melindungi
tubuh, tetapi saat system ini bereaksi pada molekul asing dalam lingkungan
secara berlebihan akan timbul alergi. Alergi merupakan respons sistem kekebalan
tubuh yang hipersensitif untuk melawan antigen. Alergi dapat disebabkan oleh beberapa
hal, misalnya debu, bulu kucing, benang sari, dan makanan.
Penyebab alergi disebut dengan alergen.
Proses alergi dimulai ketika alergen masuk ke dalam tubuh. Ketika alergen
masuk, antibodi IgE akan dibentuk seperti halnya sel memori B dan T. Antibodi
yang dihasilkan akan berikatan dengan mastosit. Saat lgE mengikat alergen,
mastosit akan melepaskan butir-butir halus yang disebut histamin. Efek dari
pelepasan histamin tersebut dapat berupa bersin, hidung basah, dan mata berair.
Autoimunitas yaitu suatu keadaan tubuh
yang memproduksi antibody terhadap sel tubuh yang serupa atau mirip dengan
antigen yang berasal dari luar tubuh. Hal ini disebabkan oleh kesalahan
limfosit T dalam mengingat antigen.
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kelainan system kekebalan
tubuh secara meluas. Penyakit ini ditemukan pada tahun 1981. Hampir 40% dari
jumlah seluruh penderita atau 75% yang didiagnosis mengalami kematian.
Persentase kasus terbanyak timbul pada laki-laki homoseksual, penyalahgunaan
obat secara intravena, pada laki-laki biseksual, heteroseksual, dan penderita
hemofilia yang mengalami kesalahan pengobatan.
Gejala yang timbul pada penderita AIDS
didahului dengan kelelahan, lemah, penurunan berat badan, demam, diare kronik,
napas pendek, dan kelainan sel limfosit. AIDS disebabkan oleh Human
Immunodeficiency Virus (HIV). HIV menghancurkan kemampuan tubuh terhadap
infeksi dan sel kanker. Seseorang yang terinfeksi HIV dinyatakan menderita AIDS
jika sistem imunnya menurun akibat infeksi HIV. Hal tersebut diindikasikan
dengan menurunnya jumlah sel T dari normal (600–1.500 sel/mm3 darah)
mejadi 200 sel/mm3 darah. Indikasi lainnya yaitu infeksi jamur Pneumocystis
carinii penyebab pneumonia yang sangat jarang terjadi pada individu sehat.
Virus HIV dapat ditularkan melalui
transfusi darah, antara ibu penderita dan bayi yang dikandungnya, penggunaan
jarum suntik, dan ditularkan secara seksual. Di Indonesia
hingga akhir Maret 2006 tercatat 10.156 kasus HIV/AIDS. Pengetahuan mengenai
HIV/AIDS serta penularannya merupakan cara terbaik mencegah meluasnya HIV/AIDS.
Sumber materi:
Buku-buku BSE dan buku lain yang relevan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar